TIDAK BOLEH BERTEMAN DENGAN JIN
bersahabat dengan jin padahal dengan melakukan persahabatan dengan
mereka akan sangat membantu dalam mengatasi berbagai problem kehidupan
bahwa akan memperkuat tenaga dalam yang telah ada pada diri kita.
Terkadang ditanyakan, bukankah jin adalah makhluk Allah juga yang
memiliki banyak persamaan dengan manusia, mengapa kita tidak saling
tolong-menolong kepada mereka, padahal tolong-menolong itu merupakan
sunah agama. Atau seperti pertanyaan , bukankah Nabi Sulaiman juga
bersahabat dengan para jin ? bahkan merupakan suatu mukjizat Tuhan atas
dirinya ? dll.
Di sini saya akan meringkaskannya, sbb :
Pertama
Bila ditinjau dari segi agama, secara mutlak dan jelas Allah SWT menegaskan dalam Al Qur’an, sbb :
Dan bahwasanya ada saja beberapa orang laki-laki di antara manusia
meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara Jin, maka
Jin-jin itu justru hanya menambahi mereka dosa dan kesalahan.(QS.Al
Jin:6)
Setelah secara jelas ayat Al Qur’an ini diterangkan bahwa ada
larangan keras dalam agama dalam bersahabat dengan jin, terkadang masih
saja dibuat-buat pertanyaan. “Bukankah ayat itu menjelaskan hanya pada
larangan meminta perlindungan saja, bukan bersahabat ? tentu saja dapat
dijawab bahwa persahabatan dengan jin secara otomatis akan meminta
pertolongan atau perlindungan kepadanya. Jika seandainya ia mengatakan
bahwa bersahabat hanya dalam arti berteman, tidak minta tolong
sedikitpun kepadanya tetap saja terlarang, karena pada ayat itu juga
jelas pada jin-jin akan membawa kita kepada lembah dosa dan kesalahan.
Bersahabat berarti telah terjadi komunikasi dan komunikasi itu sendiri
akan terjadi pengaruh-mempengaruhi bahkan justru karena komunikasi /
pembicaraan itu pula jin-jin dapat menipu manusia.
Terkadang juga
ditanyakan bahwa bagaimana jika persahabatan itu hanya sebatas ingin
mengetahui informasi hal yang gaib-gaib saja, maka dapat dijawab, sbb :
Tetap saja tidak boleh karena dengan demikian berarti kita minta tolong
kepadanya dan yang namanya meminta tolong / minta informasi pastilah
ada harganya bagi jin-jin itu. Pastilah jin-jin itu akan minta pamrih
sesuatu kepada orang tersebut. Di sinilah mulai terjadinya penipuan
untuk menjatuhkannya ke dalam dosa dan kesalahan.
Menurut Allah dalam Al Qur’an, para jin tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui perkara gaib, firman Allah tersebut, sbb :
Para jin itu berkata,”Sesungguhnya kami tidak mengetahui apakah
dikehendaki kejahatan untuk orang-orang yang di bumi atau Tuhan
menghendaki akan kebaikan bagi orang-orang itu.(QS.Al Jin:10)
Adalah
menjadi jelas bahwa sekalipun sifatnya tolong-menolong kedua belah
pihak, menurut dua ayat di atas tetap saja merupakan larangan secara
mutlak.
Adapun menyangkut kisah Nabi Sulaiman as jelas merupakan
mukjizat yang sifatnya langsung karunia Allah bukan rekayasa melewati
persahabatan ( baca QS. As-Sabaa: 12-14). Bahkan harus pula diperhatikan
bahwa Nabi Sulaiman as ketika itu sebagai seorang raja diantara manusia
dan jin-jin. Jadi ia memerintah dikerajaannya yang terdiri dari bangsa
manusia dan jin. Bukan justru minta pertolongan dari mereka, tetapi
merekalah yang takluk dan tunduk atas perintahnya.
Bagaimana jika
bersahabat dengan jin muslim saja ? bukankah Al Qur’an menjelaskan
adanya jin muslim yang suka berbuat kebaikan ? maka jawabnya tetap saja
tidak boleh karena ayat Al Qur’an tadi berbicara secara umum tanpa
pengecualian. Di samping itu seharusnya juga dipahami bahwa jika jin itu
muslim yang taat beragama maka pastilah ia tidak mau bersahabat dengan
manusia karena ada larangan ayat Al Qur’an. Sebab pedoman mereka juga
tidak lain adalah Al Qur’an. Benarlah seperti perkataan Syekh Ibnu Hajar
Al Haitami mengatakan dalam kitab al fatawil hadisah h.104, sbb :
Sesungguhnya menghampirkan diri kepada ruh-ruh dan berkhidmat
(melakukan persahabatan) dengan raja-raja jin adalah termasuk dalam
bagian sihir.
Ke dua
Larangan agama tersebut ternyata juga
sangat berkait dalam masalah ketauhidan yang mengajarkan kepada manusia
agar selalu hanya minta pertolongan dan berkhidmat kepada Allah SWT.
Susah maupun senang harus selalu diserahkannya kepada Allah. Di saat
senang ia semestinya selalu memuji dan bersyukur atas karunia yang
diberikan Tuhan pada dirinya. Sebaliknya di saat menerima kesusahan,
tauhid mengajarkannya agar ia dapat bersabar dan selalu tetap istiqomah
meminta pertolongan kepada Allah. Bukan justru meminta pertolongan dan
penyelesaian masalah kepada para jin yang kerjanya hanya mampu menipu
manusia.
Terlebih lagi persahabatan dengan jin ternyata
mengharuskannya untuk menyediakan sesuatu yang dianggap menyenangkan
jin. Misalnya memberikan suguhan sesajen, dupa / kemenyan di waktu-waktu
tertentu. Keadaan ini jelas merupakan pengkhidmatan khusus kepada jin
sahabatnya. Bahkan bila ia lupa melakukannya, maka jin itu biasanya akan
mengingatkannya. Terkadang dengan cara merasuki dirinya atau
keluarganya sehingga tidak sadarkan diri bahkan mengamuk / hilang
ingatan.
Ke tiga
Berkait erat dengan masalah tenaga dalam, maka
sebagaimana dipahami bahwa tenaga dalam bertumpu pada kemampuan
keterampilan mengolah diri. Maka aspek yang dilahirkan daripadanya
merupakan murni karya mandiri dengan titik kebergantungan kepada Allah.
Maka jika seorang pengguna td bersahabat dengan jin tentu saja
bertentangan dengan tabiat td yang dipelajarinya. Sebab bersahabat
dengan jin akan merusak keyakinan yang telah ada, sedang td bertumpu
pada keyakinan.
Apabila ia berkata akan sanggup memelihara keduanya,
maka jelaslah td yang dimilikinya bukan lagi td murni sebagaimana
lazimnya. Boleh jadi merupakan rangkaian tipu daya jin itu sendiri
sebagaimana yang dinyatakan QS.Al Jin : 6. Pada kenyataannya, orang yang
menjalin persahabatan dengan jin akan muncul sifat-sifat yang aneh,
bukan hanya bertentangan dengan agama tetapi juga bertentangan dengan
tabiat pengguna tenaga dalam, antara lain, sbb :
Sering kesurupan
atau tidak sadarkan diri ketika dimasuki jin atau dipengaruhinya
sekalipun tidak dikehendaki oleh orang yang menjalin persahabatan itu.
Baik secara sengaja dilakukannya ataupun tidak secara sengaja. Ini jelas
bertentangan dengan agama dan td yang selalu mengharuskan mawas diri
dan selalu sadar diri.
Sering berfikir yang aneh dan tak masuk akal.
Sebab ia akan lebih mementingkan petunjuk sahabatnya dari bangsa jin
ketimbang memelihara kemampuan akal pikirannya. Tegasnya, cara
berfikirnya akan berubah dari yang manusiawi kepada cara berfikir yang
magic / mistik. Cara ini juga bertentangan dengan agama dan td yang
selalu memprioritaskan akal sebagai alat senjata td itu sendiri. Di sini
kesadaran akal dijadikan tumpuan kemampuan dari konsentrasi.
Dengan
demikian jelaslah jawaban yang sesungguhnya bahwa persahabatan dengan
jin tidak baik, berisiko kesesatan aqidah, bertentangan dengan agama
maupun tenaga dalam. Sebenarnya banyak lagi risiko kemudaratan yang
tidak dapat disampaikan. Mungkin akan lebih cocok jika dibahas secara
tersendiri dalam sebuah buku tentangnya.
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ
الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا(6) وَأَنَّا لَا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ
بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا(10) إِنَّ
التَّقَرُّبَ إِلَىالرُّحَا نِيَّا تِ وَخِدْ مَةَ مُلُوْكِ الْجَا نَّ
مِنَ السِّحْرِ
Tiada ada bukti jin diutuskan untuk bantu manusia
SOALAN:
Bapa
saudara saya seorang guru agama yang juga mengubat orang secara
tradisional dan mengaku bersahabat dengan jin Islam. Beliau menuntut
ilmu ini dari seorang guru di utara semenanjung dengan amalan; berpuasa
mutih, pati geni dan berkhalwat, lalu akhirnya dia bersahabat dengan jin
tadi.
Beliau
selalu menekankan apa yang dilakukan adalah untuk membantu orang lain.
Di sini saya menjadi keliru, tidak mungkin apa yang dilakukan olehnya
salah, kerana beliau seorang guru agama dan tahu hukum. Apa salahnya
bersahabat dengan jin Islam, sama kita bersahabat dengan manusia, malah
dalam keadaan tertentu saya perhatikan, manusia berkelakuan lebih jahat
daripada jin-jin, merogol, membunuh dan membakar mangsa. Bapa saya tidak
meminta apa-apa bayaran daripada pertolongan yang dilakukannya. - MOHD.
KHALIL SAHUDIN, Kuala Lumpur.
JAWAPAN:
Memang
benar manusia ada kalanya lebih jahat daripada jin-jin seperti yang
saudara katakan, dan itulah di antara peristiwa yang berlaku di kalangan
manusia. Mereka inilah yang dikatakan sebagai manusia yang berkelakuan
seperti jin ataupun syaitan, malah mereka ini lebih bahaya daripada
jin-jin, terutamanya di kalangan mereka yang mempunyai kuasa, kekuatan,
kekayaan dan sebagainya. Kejahatan jin-jin boleh diatasi apabila
seseorang itu kuat imannya, mempunyai roh yang kuat dan dia memohon
perlindungan daripada Allah.
Perlu
difahami, bahawa orang yang mempunyai latar belakang agama tidak
semestinya tahu hal yang berkaitan dengan jin-jin, makhluk halus dan
sebagainya. Mempelajari ilmu fikah, ilmu tauhid, tafsir, tasauf, nahu,
sifir dan sebagainya tidak ada kaitan dengan hakikat kehidupan
makhluk-makhluk halus. Dalam Islam, mempelajari ilmu sihir itu adalah
ditegah, sihir itu boleh menyebabkan syirik, iaitu menyekutukan Allah,
tetapi apa yang dikatakan sebagai sihir itu tidak diajar di
sekolah-sekolah, tidak menjadi sebahagian daripada kurikulum
pembelajaran sama ada di sekolah menengah, universiti, di Malaysia, atau
di mana-mana universiti. Dengan itu, ungkapan untuk menyatakan bahawa
seorang guru agama yang tahu hukum hakam, dan mengajar agama itu
memahami hal-hal yang berkaitan dengan ilmu ghaib ataupun ilmu kebatinan
adalah satu anggapan yang meleset.
Penerangan
tentang ilmu kebatinan atau hal-hal yang berkaitan dengan alam ghaib
terdapat dalam buku-buku sampingan, bercampur aduk dengan penerangan
yang karut-marut. Mereka yang terlibat dengan amalan kebatinan
sebahagian daripadanya adalah orang yang expert, kerana mereka adalah
orang yang mengamalkannya secara praktikal, namun demikian, oleh kerana
ilmu tersebut sesuatu yang tersembunyi, rahsia, ia tidak mudah dicungkil
atau diberitahu kepada orang ramai, biarpun untuk mengungkapkan atau
mengkajinya bukan sesuatu yang mustahil. Berdasarkan hujah saudara,
memang tidak salah bersahabat dengan jin Islam. Dalam pemikiran saudara
mungkin tercanang, bahawa bersahabat dengan jin itu lebih baik daripada
bersahabat dengan manusia yang menghisap dadah, menjadi bapa ayam,
penjual video lucah, perogol, pembunuh yang diakhiri dengan amalan
membunuh dan sebagainya. Kenapa saudara bandingkan jin tadi dengan
manusia yang jahat, yang tidak beriman kepada Allah, dan kenapa saudara
tidak membandingkan jin tadi yang dipercayai sebagai Islam itu dengan
manusia yang baik-baik.
Di
Malaysia ini terdapat lebih daripada 20 juta manusia, dan apabila
terdapat sebanyak 10 atau 15 kes yang melibatkan kejahatan manusia,
kenapa saudara borong seolah-olah manusia ini semuanya sudah menjadi
jahat, lalu saudara merajuk tidak mahu bersahabat dengan manusia, lalu
akhirnya berkiblat, mahu bersahabat dengan jin-jin. Saudara perlu
kembali kepada sejarah di mana Allah pernah murka, melaknat, dan
menghalau iblis daripada syurga dalam keadaan hina hingga hari kiamat,
dan akan dimasukkan ke dalam neraka kerana keengganannya sujud kepada
Adam, sebagai menghormati kejadian Allah.Apabila ini terjadi, iblis
bersumpah yang dia akan menipu dan mengganggu manusia, membolehkan
mereka dibawa ke dalam neraka bersama. Allah menjawab, menyatakan bahawa
iblis dan syaitan juga konco-konconya tidak berupaya atau tidak
mempunyai kekuatan terhadap manusia kecuali di kalangan mereka yang
mengikuti jejak langkah iblis dan syaitan, yang terdiri daripada mereka
yang sesat. Dalam al-Quran dijelaskan bagaimana iblis menipu Adam dan
Hawa sehingga mereka terkeluar dari syurga, menipu Qabil dan Habil
menyebabkan mereka bunuh-membunuh, menyakiti Nabi Allah Ayyub, menyakiti
tubuhnya, juga memusnahkan harta benda, begitu juga ketika berlaku
ribut taufan Nabi Noh, peristiwa sihir di zaman Nabi Allah Musa,
sehingga ke zaman Nabi s.a.w. iaitu sebelum berlaku peristiwa Hijrah,
peristiwa sihir yang berlaku ke atas Nabi s.a.w. dan sebagainya.
Tunduk
Iblis
menipu manusia menyebabkan manusia tunduk kepada nafsu, merogol,
membunuh, rasuah, menipu, menyalahgunakan kuasa, pecah amanah dan
sebagainya, yang kesemuanya melibatkan dosa-dosa; dosa kecil atau dosa
besar, untuk jangka masa pendek atau panjang. Satu trend yang paling
memberi kesan, yang tidak mudah disedari oleh manusia ialah menjadikan
Islam, atau unsur-unsur Islam itu sebagai jalan untuk menipu manusia,
menyebabkan manusia menganggap jin-jin yang didampingi, yang dipohon
pertolongannya itu sebagai jin-jin Islam, yang dituntut, dipelajari
dengan cara Islam, yang melibatkan amalan yang mempunyai ciri-ciri
Islam, lalu ia didatangi oleh makhluk yang dianggap sebagai jin Islam,
seperti yang terjadi ke atas bapa saudara yang saudara sebutkan.
Di
antara kaedah untuk bersahabat dengan jin, yang dianggap sebagai jin
Islam ialah dengan berkhalwat, di satu tempat yang dianggap bersih,
dalam keadaan berwuduk, bersih tubuh dan pakaian. Puasa beberapa hari
tertentu, yang dimulai pada hari-hari tertentu menurut ajaran guru.
Kemudian membaca surah Al-Ikhlas seribu kali, surah Yasin, surah
Ad-Dukkhan, surah As-Sajdah dan Tabaraka, sekali setiap surah. Pada hari
terakhir, pada kebiasaan setelah seminggu beramal demikian, ia
hendaklah menjauhkan diri daripada manusia, beramal yang dimulakan pada
tengah malam, iaitu selepas pukul 12 malam, ataupun selepas pukul 3
pagi. Pada malam terakhirnya ini ia tidak boleh tidur. Inilah malam yang
penting, menentukan sama ada ilmu yang dituntut itu berjaya atau gagal.
Ia
akan didatangi oleh makhluk, iaitu dalam keadaan sedar, berjubah hijau
atau putih, menghulur tangan, bertanya apa yang diperlukan oleh manusia.
Ia hendaklah memberitahu apa yang dihajati olehnya, iaitu untuk
bersahabat dengan jin berkenaan. Dalam masyarakat Melayu, terlalu banyak
kaedah yang berbeza yang dilakukan dalam usaha bersahabat dengan
jin-jin, yang ada kalanya diisytiharkan sebagai ``jin Islam'', ``rijalul
ghaib'', ``roh-roh'', ``khadam ayat'' dan sebagainya. Makhluk yang
diseru datang, berdampingan dengan manusia inilah yang dikatakan boleh
membantu manusia untuk melakukan rawatan, menjaga rumah ketika tuannya
berpergian, menjaga harta benda, melindungi diri dan sebagainya. Perlu
dijelaskan bahawa manusia tidak boleh memohon perlindungan atau
pertolongan selain daripada Allah, kerana ini boleh menyebabkan syirik.
Satu dosa yang tidak diampuni oleh Allah. Adalah di luar kemampuan
manusia untuk menentukan jin yang datang itu Islam atau kafir. Memang
tuntutan yang dilakukan untuk bersahabat dengan makhluk ini mengandungi
unsur-unsur Islam, termasuk ayat-ayat yang dibaca, berwuduk, puasa dan
sebagainya, tetapi, makhluk yang datang itu bukan semestinya Islam.
Sesungguhnya tipu daya iblis dan syaitan itu terlalu tinggi, di luar
kemampuan manusia mengatasinya kecuali dengan ihsan Allah jua.
Dijelaskan (An-Nisa':3
, bahawa barang siapa menjadikan syaitan itu teman, maka makhluk ini
adalah seburuk-buruk teman. Allah melarang menyeru atau menyembah
makhluk yang tidak memberi manfaat atau mudarat. Sekiranya manusia
berbuat demikian, mereka termasuk dalam golongan orang yang zalim
(Yunus: 106). Memang ada manusia yang memohon perlindungan jin-jin.
Jin-jin itu akan menambah lagi mereka dosa dan kesalahan (Al-Jinn: 6).
Berbanding dengan jin-jin, manusia adalah khalifah di muka bumi ini.
Kerana kemuliaannya, Allah mengutus nabi dan rasul dari golongan
manusia, bukan dari golongan jin. Jin berguru kepada Nabi s.a.w. Guru
lebih berilmu, mempunyai keistimewaan berbanding dengan murid. Kerana
itu manusia tidak perlu bersahabat atau berguru dengan jin untuk
memperoleh pertolongan. Adalah di luar kemampuan manusia untuk
memastikan agama yang dianuti oleh jin-jin. Terlalu banyak helah dan
tipu daya boleh dilakukan terutamanya oleh jin-jin dalam usaha
memesongkan iktikad manusia, termasuklah menggunakan ayat-ayat al-Quran,
dalam tuntutan seperti yang dijelaskan.
Dalam
Islam tidak ada puasa mutih, Islam mempunyai puasa Ramadan, puasa Nabi
Daud, puasa Khamis dan puasa nazar, tetapi dalam amalan kebatinan
Melayu, memang ada puasa dalam beberapa hari ganjil, yang hanya boleh
memakan nasi tanpa lauk, atau lauk yang terdiri daripada benda tidak
bernyawa. Dalam Islam setiap yang halal boleh dimakan oleh mereka yang
berbuka puasa, begitu juga dengan pati geni. Dalam Islam tidak ada
ibadah puasa dalam hari tertentu, selama seminggu, lima atau tiga hari,
yang diakhiri pada malam terakhirnya dengan berjaga sepanjang malam,
tidak boleh tidur sehingga fajar menyingsing. Rasulullah s.a.w. pernah
berkhalwat di Gua Hira', tetapi baginda berbuat demikian bukan mengikut
ajaran guru, di mana baginda akan didatangi oleh makhluk jin, atau
mana-mana makhluk tertentu, secara sengaja, seperti yang banyak terjadi
di kalangan mereka yang mempelajari ilmu kebatinan, yang dipercayai
sebagai roh-roh, rijalul ghaib, khadam ayat, wali Allah dan sebagainya,
yang sebenarnya makhluk ini adalah daripada jin-jin, yang akhirnya
dikatakan boleh membantu untuk melakukan rawatan, dalam keadaan menurun,
untuk menjaga harta benda, rumah, kebun, anak isteri dan sebagainya
ketika orang yang mempunyai ilmu ini berpemergian.
Tidak
terdapat bukti daripada mana-mana sumber, sama ada daripada al-Quran,
hadis, amalan sunah, para sahabat dan sebagainya memperlihatkan bahawa
Allah mengutus jin-jin itu untuk membantu manusia, tidak kira sama ada
jin Islam ataupun bukan Islam. Walaupun demikian, terdapat banyak amaran
Allah agar manusia menjauhkan diri daripada iblis dan syaitan, jangan
bersahabat dengan syaitan, biar dalam keadaan apa sekalipun, kerana
syaitan itu adalah musuh yang nyata. Seperti yang dijelaskan bahawa
iblis pernah memohon agar dipanjangkan nyawanya sehinggalah hari kiamat,
untuk menyesat dan menipu manusia, dan permintaan ini diperkenankan
oleh Allah. Di antara jalan, atau tipu helah iblis dan syaitan terhadap
manusia, yang tidak mudah disedari oleh manusia ialah dengan menonjolkan
unsur Islam menyebabkan seseorang itu menganggap makhluk yang
mendampinginya itu adalah terdiri daripada jin Islam, yang datang
membantu manusia, pada hal hakikat sebenarnya hanya diketahui Allah.
Sesungguhnya
syaitan itu pernah bersumpah di hadapan Allah, yang menyebut, ``Demi
kemuliaan-Mu, sesungguhnya aku tidak akan berpisah daripada anak Adam,
sehinggalah roh anak Adam itu berpisah daripada jasadnya''. Bermaksud
bahawa makhluk ini sentiasa berusaha menyesatkan manusia, daripada awal
kelahirannya, sehingga mati. Ketika itu makhluk ini akan pergi,
meninggalkan manusia, sama ada mati dalam keadaan beriman ataupun dalam
keadaan kufur.